Powered By Blogger

Rabu, 12 Januari 2011

Berusahalah untuk Ikhlas

Allah akan senantiasa menolong
kaum muslimin karena keikhlasan
sebagian orang dari umat ini. Nabi
shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda, اَمَّنِإ ُرُصْنَي ُهَّللا ِهِذَه َةَّمُأْلا اَهِفيِعَضِب ْمِهِتَوْعَدِب ْمِهِتاَلَصَو
ْمِهِصاَلْخِإَو
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena
do’ a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena
keikhlasan mereka dalam
beramal.”[1] Ikhlas adalah salah satu syarat
diterimanya suatu amalan, di
samping amalan tersebut harus
sesuai tuntunan Nabi shallallahu
‘ alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul
Qayyim dalam Al Fawa-id
memberikan nasehat yang sangat
indah tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan
tanpa mengikuti tuntunan Nabi
shallallahu ‘ alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang
membawa bekal berisi pasir. Bekal
tersebut hanya memberatkan,
namun tidak membawa manfaat
apa-apa.” Perintah untuk Ikhlas
Setiap amalan sangat tergantung
pada niat. Rasulullah shallallahu
‘ alaihi wa sallam bersabda, اَمَّنإ ُلاَمْعَألا ِتاَّيِّنلاِب ، اَمَّنِإَو ِّلُكِل ٍئِرْما اَم ىَوَن
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan
setiap orang akan memperoleh apa
yang dia niatkan.”[2] Dan niat itu sangat tergantung
dengan keikhlasan pada Allah. Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ ala, اَمَو اوُرِمُأ الِإ اوُدُبْعَيِل َهَّللا َنيِصِلْخُم ُهَل َنيِّدلا َءاَفَنُح اوُميِقُيَو َةالَّصلا اوُتْؤُيَو َةاَكَّزلا َكِلَذَو ُنيِد
ِةَمِّيَقْلا
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan salat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5) Allah pun mengetahui segala
sesuatu yang ada dalam isi hati
hamba. Allah Ta’ ala berfirman, ْلُق ْنِإ اوُفْخُت اَم يِف ْمُكِروُدُص ْوَأ ُهوُدْبُت ُهْمَلْعَي ُهَّللا
“Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada
dalam hatimu atau kamu
melahirkannya, pasti Allah
mengetahui”." (QS. Ali Imran: 29) Dalam ayat lainnya, Allah
memperingatkan dari bahaya riya’ – yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya, ْنِئَل َتْكَرْشَأ َّنَطَبْحَيَل َكُلَمَع
“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah
amalmu.” (QS. Az Zumar: 65) Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda, َلاَق ُهَّللا َكَراَبَت ىَلاَعَتَو اَنَأ ىَنْغَأ ِءاَكَرُّشلا ِنَع ِكْرِّشلا ْنَم َلِمَع ًالَمَع َكَرْشَأ ِهيِف ىِعَم ىِرْيَغ ُهُتْكَرَت ُهَكْرِشَو
“Allah Tabaroka wa Ta’ ala berfirman: Aku sama sekali tidak
butuh pada sekutu dalam
perbuatan syirik. Barangsiapa yang
menyekutukan-Ku dengan selain-
Ku, maka Aku akan
meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen)
dan perbuatan syiriknya.”[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat
riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala
apa-apa, bahkan ia akan
mendapatkan dosa.”[4] Dalam hadits lainnya, Nabi
shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda, ْنَم َمَّلَعَت اًمْلِع اَّمِم ىَغَتْبُي ِهِب ُهْجَو ِهَّللا َّزَع َّلَجَو َال ُهُمَّلَعَتَي َّالِإ َبيِصُيِل ِهِب اًضَرَع َنِم اَيْنُّدلا ْمَل ْدِجَي َفْرَع ِةَّنَجْلا َمْوَي ِةَماَيِقْلا
“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan
hanya untuk mengharap wajah
Allah, namun ia mempelajarinya
hanya untuk mendapatkan materi
duniawi, maka ia tidak akan
pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.”[5] Pengertian Ikhlas Menurut Para
Ulama
Para ulama menjelaskan ikhlas
dengan beberapa pengertian,
namun sebenarnya hakikatnya
sama. Berikut perkataan ulama- ulama tersebut.[6]
Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan,
“Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam
melakukan amalan ketaatan. Jadi,
amalan ketaatan tersebut
dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri pada Allah.
Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik
dan pujian dari makhluk atau yang
dilakukan bukanlah di luar
mendekatkan diri pada Allah.” Abul Qosim juga mengatakan,
“Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.” Jika kita sedang melakukan suatu
amalan maka hendaklah kita tidak
bercita-cita ingin mendapatkan
pujian makhluk. Cukuplah Allah saja
yang memuji amalan kebajikan kita.
Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan
pujian manusia.
Hudzaifah Al Mar’ asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara
zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya'. Riya’ adalah amalan zhohir (yang
tampak) lebih baik dari amalan
batin yang tidak ditampakkan.
Sedangkan ikhlas, minimalnya
adalah sama antara lahiriyah dan
batin. Dzun Nuun menyebutkan tiga
tanda ikhlas:Tetap merasa sama
antara pujian dan celaan orang
lain.Melupakan amalan kebajikan
yang dulu pernah
diperbuat.Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di
dunia).Al Fudhail bin ‘ Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah
riya’ . Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan
ikhlas adalah engkau
terselamatkan dari dua hal tadi.” Ada empat definisi dari ikhlas yang
bisa kita simpulkan dari perkataan
ulama di atas.Meniatkan suatu
amalan hanya untuk Allah.Tidak
mengharap-harap pujian manusia
dalam beramal.Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang
tersembunyi.Mengharap balasan
dari amalannya di akhirat.Baca
selengkapnya di sini: http://
rumaysho.com/belajar-islam/
aqidah/2783-berusaha-untuk- ikhlas.html

Tidak ada komentar: